Olimpiade cintaku
“Diam..diam..Pak Regar datang”. Sorak ketua kelas XI IPA 1.
Mendengar nama wakil kepala sekolah kami SMA N 1 SIBOLGA, kami kelas XI IPA 1 segera diam dan duduk manis dikursi masing-masing. Seperti biasa bapak itu masuk dengan langkah yang pasti dan kami tau maksud kedatangannya, untuk memanggil namaku masuk menjadi bagian dari olimpiade pelajaran yang sebentar lagi akan dilaksanakan di tingkat Sibolga.
“Maaf bapak mengganggu sebentar. Kehadiran bapak di sini berkaitan dengan olimpiade yang sebentar lagi akan dilaksanakan di kota Sibolga. Nama-nama yang bapak panggil tolong segera bergabung di ruang rapat Olimpiade. Nama-nama yang bapak panggil adalah pilihan dari setiap guru mata pelajaran yang akan diujikan. Baiklah, Rahmayani, Merry, Erik Wansen, Anisha, Riekea, Ade, Ladestam, Aisyah, Ira Pane, Yanda, Atink…tolong segera bergabung”.
Ya…Allah, namaku tidak disebut. Begitu bodohkah hamba tuhan? Aku terdiam ingin rasanya aku menangis namun ku tahan sekuat tenaga. Ku coba menyebut nama Tuhan, namun aku lebih teringat pada SMS dari orang kusukai 1 bulan yang lalu. Dia adalah orang yang pintar, aku tahu bukan maksud hatinya mengatakan hal itu yang membuatku sedih dan ingin membuktikan padanya kalau aku juga pintar, dan mempunyai kelebihan dibalik kekuranganku…aku juga ingin dipujinya. Aku ingin dia mengatakan
“kau memang hebat,Fit…”.
Dan ini akan aku dapatkan bila aku masuk olimpiade dan menang di tingkat kota Sibolga, dengan begitu kami akan bertemu di Medan di tingkat provinsi. Dia akan terkejut melihatku, gadis aneh dan bodoh yang begitu berusaha membuktikan kehebatannya pada orang yang disukainya.
Tak berselang waktu Pak Regar masuk lagi ke kelas.
”Fitra Dewi, Imelda Lestari, dan Ernita tolong bergabung…”.
Mendengar namaku disebut, Alhamdulillah aku masuk. Aku terpilih Shinici, kimia bawa aku ke medan.
Aku menggenggam erat tangan Imelda ketika memasuki ruang rapat. Semua guru-guru pembimbing telah berkumpul dan terlihat jelas wajah-wajah mereka menatap anak-anak pilihan mereka. Aku duduk di belakang, jauh dari anak-anak kimia. Segera kupakai kaca mataku dan mencari namaku di papan tulis di bagian kimia.
”Tidak ada..!”. hatiku mulai kecut lagi.
“Lantas namaku ada dimana ..astaga..kebumian? olimpiade apa itu? mendengarnya saja baru kali ini..Ya Allah..cobaan apa lagi ini”.
kusadari airmukaku telah berubah, kata-kata pak Regar tidak kupedulikan lagi. Aku ingin masuk kimia. Sejak awal kimialah tujuanku, kimia yang akan mewujudkan impianku, memperlihatkan kehebatanku pada Shinici.
Satu persatu siswa yang dipanggil memilih mata pelajaran apa yang diinginkannya dan ada juga guru pembimbing itu yang langsung memilih dia untuk ikut olimpiade mata pelajaran sang guru, itu bagi anak-anak yang pintar, bukan anak kacangan sepertiku. Melihat kejadian itu harapanku sudah pupus.
“Fitra Dewi..Apakah kamu tetap dikebumiaan atau berpindah ke tempat yang lain”, Tanya Pak Regar. Aku menggeleng yang berarti aku ingin pindah.
“Jadi kamu memilih masuk mana?”.
“Kimia”.
Sontak saja guru pembimbing kimia merespon.
“Pak, kelompok kami sudah terlalu banyak..sedang yang akan dipilih nanti hanya 3..”.
Mendengar alasan itu hatiku makin kecut…kenapa sih Tuhan? Begitu sulit untuk mewujudkan impianku ke Medan dan membuktikan pada Shinici.
Akhirnya pak Regar memutuskan aku masuk kimia sesuai keinginanku. Tak berapa lama rapat itu dibubarkan.
“Anggota kimia berkumpul disini, ada yang perlu kita bicarakan”, Ujar guru pembimbing kimia.
Aku yang merasa tidak diacuhkan hanya menjauh, karena takut guru kimia itu marah padaku yang tetap memilih kimia sedang semua tau dan aku tau sudah terlampau banyak anggotanya. Merasa tidak diperdulikan, aku bertanya pada Pak Regar. Pak Regar kemudiaan memperlihatkanku pada guru kimia itu.
“Oh iya, ayo duduk..”, ucap ibu kimia mempersilahkanku.
Ibu itu sebenarnya baik. Tak berapa lama guru pembimbing Kebumiaan datang. Aku langsung menghampirinya dan menanyakan hal yang sedari tadi mengganjal di hatiku.
“Pak, kenapa saya anda pilih masuk kebumiaan, padahal bapak tau nilai saya selalu remedial setiap kali ujian geografi?”.
“Bapak juga tidak tau, Nak. Tapi, ketika melihat daftar nama kalian, hati bapak bergetar dan condong memilihmu”.
Mendengar jawaban bapak itu hatiku tersentuh. Guru yang begitu jauh denganku, yang selalu remedia, malah memilihku. Sedang kimia, yang nilaiku selalu lumayan bagus tidak memilihku. Aku langsung berdiri dan berbicara pada guru kimia,
“Maaf, Bu. Saya tidak jadi masuk Kimia, saya…”.
Kata-kataku terputus airmataku mengalir deras tanpa aku sadari, dadaku sesak, sakit, kimia yang menjadi impianku, tidak akan membawaku ke Medan, guru itu heran dan bertanya kenapa? Namun aku belum bisa meredam tangisku.
“Kenapa menangis, Nak? Ibu suka kamu masuk kimia, tapi peluangmu untuk terpilih itu kecil, coba kamu pikirkan anggota kimia sudah 10 orang yang diambil hanya 3 sedangkan kebumiaan masih 6 dan yang diambil 2. Kesempatanmu di sana lebih besar dari kimia, tapi kalau kamu lebih suka kimia, sudah tidak usah menangis, ibu tidak marah”, nasehatnya.
Air mataku terus mengalir tak dapat kuhentikan. Aku sudah tidak peduli dengan tawa teman-temanku atas kelakuan bodohku. Sudah kuputuskan aku masuk kebumiaan. Tunggu aku Shinici.
Seperti kata pepatah kesempatam emas itu datang hanya satu kali dan di saat kau tidak siap untuk melakukannya. Nampaknya pepatah ini cocok untukku. Buku geografi yang selama ini tidak pernah aku buka atau aku baca kecuali waktu ujian malah inilah yang harus aku pelajari, sedang kimia yang selama ini aku pelajari harus aku tinggalkan. Tekadku telah kuat, aku akan terpilih meski tidak dipelajaran yang unggul, tapi aku yakin Shinici juga akan memujiku bila aku masuk 3 besar di tingkat Kota. Kebumian.
Satu minggu berlalu, mati-matian aku belajar dan menguasai kebumian agar aku terpilih dari 2 orang utusan sekolahku. Namun rintangan itu tidak hanya sampai di situ. Kebumian itu sulit apalagi bagi orang selalu remedial sepertiku. Tapi ku coba bangkit aku akan mendapatkan senyum Shinici, kebanggan orang tuaku, dan mewujudkan doa sahabatku, 4 upik, dan teman-temanku. Akan aku bawa nama SMA N 1 ke Medan. Tolong aku Tuhan, tolong.
Malam hari sebelum penentuan, aku diuji Tuhan lagi dengan sakit mata. Aku menangis, berteriak dalam keheningan malam. Aku kuat Tuhan. Semalaman ku obati mata merahku, Alhamdulillah paginya agak lumayan dan Alhamdulillah lagi aku dan Imelda terpilih.
Hari kamis, 10 April 2008 aku duduk di depan dalam ruangan kebumian, lagi-lagi aku diuji. Tidak satupun soal yang aku pelajari diujikan, namun tetap kucoba ku jawab soal-soal olimpiade itu semampuku. Akhirnya dari 100 soal yang diujikan hanya 64 soal yang ku isi.
Usai test Olimpiade itu hatiku sedih, bimbang, bisakah aku mewujudkan impianku, aku ingin bertemu dengan Shinici bila aku berhasil masuk 3 besar. Setiap saat dan dimanapun aku selalu berdoa agar Tuhan mau memasukkanku dalam 3 besar. Aku percaya Allah maha adil, aku sudah berusaha kini kupasrahkan semua padaNya.
Dan satu minggu kamudian, hal yang mengejutkan terjadi. 21 April 2008, impianku terwujud bahkan di luar dugaan aku juara 1 olimpiade Kebumian. Fitra Dewi Warti. Terima kasih ya Allah kini tak ada lagi alasan bagiku untuk tidak berjumpa dengan Shiniciku yang sudah hampir 2 tahun tak bertemu. Terima kasih ya..Allah.
Karya : fitra dewi warti lubis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar